Polisi Mau Lempar Handuk?
Polisi Mau Lempar Handuk?
www.posliputan.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dianggap lebih sulit dari kasus bom Bali. Duh, apa ini tanda-tanda polisi mau lempar handuk alias menyerah ungkap pelaku?
Pernyataan itu disampaikan Tito saat acara televisi di Kompas TV, Sabtu (8/7). Saat itu, Tito berucap, lebih mudah menangkap teroris seperti pelaku bom Bali daripada pelaku penyiram Novel. Pasalnya, kasus Novel sangat sedikit jejak untuk diselidiki.
"Bom besar seperti bom Bali justru lebih mudah. Impact-nya besar. Tapi untuk menyelidikinya, bukti yang diitinggalkan pelaku pasti banyak sekali," ujar Tito dalam wawancara itu.
Orang nomor satu di kepolisian ini juga menyampaikan kasus bom bunuh diri bisa cepat terungkap karena jejak yang ditinggalkan pelaku untuk diselidiki cukup banyak. Tidak seperti kasus Novel, yang melakukan hit and run.
"Bom Kampung Melayu kenapa bisa cepat, karena yang bunuh diri bawa barang bukti utama. Mereka bunuh diri dua orang, itu barang bukti yang paling utama, kami melihat sidik jarinya. Menggunakan sistem inafis yang connect dengan e-KTP, sebentar langsung keluar," ujar Tito.
Nah, di kasus Novel yang masuk kategori hit and run ini berlangsung dengan sangat cepat. Sehingga, jejak pelaku sangat sedikit dan polisi kesulitan untuk menelusurinya. Sekalipun sulit, polisi tetap bekerja keras. Setidaknya, sudah 56 saksi diperiksa ihwal ini.
"Terakhir ada ketemu saksi yang beberapa detik sebelum kejadian dia melihat ada dua orang menggunakan sepeda motor, badannya besar tinggi, itu sudah dibuat sketsanya," papar Tito.
Pernyataan Kapolri ini mendapatkan perhatian serius pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar. Dia khawatir polisi mulai menyerah atas lika-liku mengungkap kasus Novel. Tapi, Bambang yakin, Jenderal Tito beserta jajarannya dapat mengungkap pelaku kriminal ini.
"Benar itu (sangat sulit) prediksi saya dilakukan oleh mafia suatu organized crime. Kalau dikerjakan bersama-sama Insya Allah dapat terbongkar. Memang perlu waktu," ujar Bambang kepada Rakyat Merdeka, semalam.
Bambang menduga, adanya peran mafia karena kasus hukum yang ditangani Novel bukan perkara kecil. Pasalnya, Novel bukan kali ini saja terancam raganya. "Dimungkinkan ada korelasi antara sikap kritis, konsisten, dan sulitnya diintervensi saudra Novel dalam menjalankan tugas, termasuk kasus e-KTP, dengan beberapa aksi teror yang dialami seperti mau ditabrak, diancam akan dibunuh, dan lainnya," katanya.
Anehnya, kata Bambang, sejumlah upaya menyelakai Novel belum satu pun yang terungkap. Karena itu, besar kemungkinan ini dilakukan kelompok mafia. Nah, sulitnya kasus ini terungkap karena jika pelakunya melibatkan mafia sudah dilakukan secara konspiratif. Artinya, ada pelaksana teknis (pelaku lapangan) dan ada perencana (organized).
"Jika polisi tidak dilandasi olh profesionalitas tinggi dan sikap independen maka sulit untuk membongkarnya. Menurut saya, polisi perlu dibantu oleh tim terpadu (untuk mencari fakta dan data di lapangan) guna mengungkap kasus Novel. Saran saya, kiranya Presiden perlu mendorong Polri utk melaksanakan hal tersebut agar segera terbongkar," pungkasnya.
Sementara, Presidium Indonesia Police Watch (IPW) , Neta S Pane menyampaikan bukan kali pertama polisi gagal mengungkap kasus kejahatan. Misalnya, penembakan anggota polisi di depan gedung KPK tahun 203 silam hingga kini juga belum terungkap.
"Jadi jika Polri belum juga berhasil mengungkap siapa pelaku penyiraman air keras terhadap Novel bukanlah sesuatu yg istimewa. Apalagi sangatlah tidak mudah untuk mengungkap kasus kejahatan minim bukti dan saksi," ujar Neta kepada Rakyat Merdeka, semalam.
"Kasus ini akan semakin pelik jika pelakunya adalah orang iseng perseorangan dan bukan kelompok, contohnya kasus penembakan liar yang hingga kini banyak yang tidak terungkap oleh Polri," tambahnya.
Nah, soal pernyataan Kapolri kasus Novel lebih sulit dari mengungkap kasus bom Bali baginya sangat wajar. Sebab, kasus bom Bali melibatkan banyak kelompok sehingga kemungkinan bocornya informasi sangat besar. "Jika ingin kasus Novel cepat terungkap, semua pihak harus bersikap transparan, saling bekerja sama. Jangan menjadikan kasus ini untuk manuver politik dan pencitraan," pungkasnya.
Untuk diketahui, Novel mengalami tindakan kriminal berupa penyiraman air keras usai salat subuh di masjid dekat rumahnya, sejak April 2017. Pelaku, diduga lebih dari satu orang dengan modus hit and run menggunakan sepeda motor.
Polisi sempat memeriksa tiga orang yang diduga sebagai pelaku berdasarkan foto dan keterangan tetangga. Mereka diperiksa karena dicurigai pernah mengintai rumah Novel. Namun mereka dibebaskan karena dianggap memiliki alibi yang kuat. Hingga kini belum terungkap siapa pelakunya. Tetapi polisi tidak bergenti, kasus ini terus didalam dengan pemeriksaan saksi-saksi. Minggu lalu, polisi telah mengantongi tiga sketsa wajah yang diduga sebagai pelaku penyerangan terhadap Novel. [opinibangsa / rmol]
[...]Setalah membaca, bantu kami menyukai FP Pos Liputan :)
Post a Comment