Resmi, Kontrak Freeport diperpanjang
www.posliputan.com - Rapat koordinasi antar-menteri bidang perekonomian mengenai kelanjutan bisnis perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia, di Papua, menyetujui perpanjangan operasi Freeport di Indonesia. Rapat itu di antaranya membahas 4 agenda, yakni mengenai perpanjangan operasi Freeport, pembangunan smelter, divestasi saham, serta stabilitas investasi.
"Kalau yang dua sudah disepakati oleh Pak Menteri ESDM, mengenai perpanjangan dan smelter yang wajib," kata Deputi Bidang usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, salah seorang yang mengikuti rapat tersebut di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017. Namun, kementerian terkait lainnya, seperti Kementerian Keuangan, belum menyepakatinya sebab masih ada persoalan pajak dan model kerja sama yang belum tuntas dibahas antara pemerintah dan Freeport.
Harry menuturkan, operasi Freeport diperpanjang satu kali sepuluh tahun. Selanjutnya, bisnis perusahaan tambang tembaga, emas, dan perak asal Amerika Serikat tersebut mesti dievaluasi lebih dulu sebelum operasinya diperpanjang sepuluh tahun kedua.
Dengan perpanjangan dua kali sepuluh tahun tersebut, kata dia, operasi perusahaan yang berada di Kabupaten Mimika itu bakal berakhir pada 2041. Saat ini, masa operasi Freeport yang telah diperpanjang dua kali pada 1967 akan berakhir pada 2021 mendatang.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, sesuai dengan peraturan, perpanjangan operasi perusahaan yang berafiliasi dengan Freeport-McMoran tersebut bisa dilakukan maksimal dua kali sepuluh tahun.
Terkait dengan smelter, menurut Harry, pemerintah juga menyepakati Freeport wajib membangun fasilitas pengolahan hasil tambang tersebut. "Kalau smelter harus," ujarnya. Pemerintah mewajibkan Freeport mendirikan smelter dalam lima tahun ke depan atau maksimal pada 2022.
Soal kewajiban divestasi saham Freeport hingga 51 persen, kata Harry, hal itu tidak bisa ditawar-tawar. Pemerintah melalui BUMN pun, kata dia, siap mengambil alih saham Freeport. "Bu Menteri BUMN juga minta divestasinya bersama-sama dengan BUMD," ujarnya.
Harry menambahkan, satu hal yang masih dalam pembahasan adalah ketentuan fiskal, bea keluar, dan pajak. "Kalau bea keluar disesuaikan dengan (Kementerian) Keuangan. Sedangkan yang fiskal dan pajak masih belum. Nanti Bu Menteri Keuangan," katanya.
Terkait dengan keinginan Freeport agar regulasi diterbitkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), menurut Harry, pemerintah sedang mempersiapkannya. "Sedang dirundingkan, tapi belum disepakati. PP ini untuk stabilitas investasi, untuk investor pertambangan secara keseluruhan," ucapnya.
Sumber : tempo
"Kalau yang dua sudah disepakati oleh Pak Menteri ESDM, mengenai perpanjangan dan smelter yang wajib," kata Deputi Bidang usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, salah seorang yang mengikuti rapat tersebut di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017. Namun, kementerian terkait lainnya, seperti Kementerian Keuangan, belum menyepakatinya sebab masih ada persoalan pajak dan model kerja sama yang belum tuntas dibahas antara pemerintah dan Freeport.
Harry menuturkan, operasi Freeport diperpanjang satu kali sepuluh tahun. Selanjutnya, bisnis perusahaan tambang tembaga, emas, dan perak asal Amerika Serikat tersebut mesti dievaluasi lebih dulu sebelum operasinya diperpanjang sepuluh tahun kedua.
Dengan perpanjangan dua kali sepuluh tahun tersebut, kata dia, operasi perusahaan yang berada di Kabupaten Mimika itu bakal berakhir pada 2041. Saat ini, masa operasi Freeport yang telah diperpanjang dua kali pada 1967 akan berakhir pada 2021 mendatang.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, sesuai dengan peraturan, perpanjangan operasi perusahaan yang berafiliasi dengan Freeport-McMoran tersebut bisa dilakukan maksimal dua kali sepuluh tahun.
Terkait dengan smelter, menurut Harry, pemerintah juga menyepakati Freeport wajib membangun fasilitas pengolahan hasil tambang tersebut. "Kalau smelter harus," ujarnya. Pemerintah mewajibkan Freeport mendirikan smelter dalam lima tahun ke depan atau maksimal pada 2022.
Soal kewajiban divestasi saham Freeport hingga 51 persen, kata Harry, hal itu tidak bisa ditawar-tawar. Pemerintah melalui BUMN pun, kata dia, siap mengambil alih saham Freeport. "Bu Menteri BUMN juga minta divestasinya bersama-sama dengan BUMD," ujarnya.
Harry menambahkan, satu hal yang masih dalam pembahasan adalah ketentuan fiskal, bea keluar, dan pajak. "Kalau bea keluar disesuaikan dengan (Kementerian) Keuangan. Sedangkan yang fiskal dan pajak masih belum. Nanti Bu Menteri Keuangan," katanya.
Terkait dengan keinginan Freeport agar regulasi diterbitkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), menurut Harry, pemerintah sedang mempersiapkannya. "Sedang dirundingkan, tapi belum disepakati. PP ini untuk stabilitas investasi, untuk investor pertambangan secara keseluruhan," ucapnya.
Sumber : tempo
[...]Setalah membaca, bantu kami menyukai FP Pos Liputan :)
Post a Comment