Header Ads

Ajiib, Ada Orang Sudah Mati Dimasukkan DPO

[...]

Ajiib, Ada Orang Sudah Mati Dimasukkan DPO

www.posliputan.com - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM merilis puluhan WNI yang masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) terkait terorisme. Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie mengatakan, total sebanyak 234 orang DPO dari Polri yang datanya dimasukkan ke Ditjen Imigrasi.

Sehari menjelang pengumuman Dirjen Imigrasi tersebut, di jejaring media sosial beredar file PDF berjudul Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTT-OT). Daftar tersebut dirilis oleh Mabes Polri dengan nomor: DTTOT/P-3/1854/x/2016. File yang sama juga diunggah oleh situs resmi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (http://web.bappebti.go.id/dttot).

Dari daftar nama-nama tersebut, terdapat nama dua putra Ustadz Abu Bakar Baasyir, yaitu Abdul Rosyid Ridho dan Abdul Rahim. Terkait pencantuman kedua nama tersebut, Penasehat DPC Peradi Surakarta, Sri Kalono, SH, Msi menyebutnya sebagai keanehan.

�Keduanya tidak jelas perbuatan pidana yang didugakan. Apakah hanya karena anak Ustadz Abu Bakar Baasyir kemudian mereka dimasukkan dalam DTTOT?� kata pria yang akrab dipanggil Kalono itu saat ditemui Kiblat.net.

Kejanggalan lainnya, ada nama-nama yang sudah selesai menjalani masa hukuman penjara, namun tetap dimasukkan sebagai DTT-OT. Seperti Abdullah Anshori dan Thoriqudin. �Keduanya telah selesai menjalani hukuman pidana. Tetapi kenapa masih dimasukkan dalam DTT-OT?� tandas Kalono.

Ia mengilustrasikan, apakah pejabat yang sudah menjalani hukuman pidana korupsi setelah bebas akan terus dimasukkan sebagai terduga korupsi? �Kalau iya, lalu apa gunanya diadakan sebuah lembaga peradilan,� tandasnya.

Yang paling lucu, lanjut Kalono, adalah dimasukkannya nama Santoso, pemimpin MIT (Mujahidin Indonesia Timur) yang telah meninggal 18 Juli 2016 silam. Namun pada DTT-OT yang diterbitkan tiga bulan kemudian (21 Oktober 2016) masih saja nama Santoso dimasukkan.

�Ini aneh bin ajaib. Orang sudah meninggal dunia masih dinyatakan sebagai subyek hukum terduga teroris.� Dengan setengah berkelakar, Kalono menyentil, �Mungkin pak Kapolri termasuk orang yang meyakini Santoso mati syahid, dan percaya orang yang syahid tidaklah mati.�

Berdasarkan kejanggalan-kejanggalan itulah kemudian Kalono mengirim surat kepada Panja Revisi UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Surat lima halaman itu diserahkan langsung kepada Ketua Panja, H. Raden Muhammad Syafii saat Diskusi RUU Anti Terorisme.

Diskusi diselenggarakan oleh Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) pada tanggal 7 Juli 2017 di Hotel Syariah Solo. Sekitar 40 peserta mengikuti acara yang digelar dari pagi hingga menjelang pelaksanaan shalat Jumat. [opb / kn]
[...]Setalah membaca, bantu kami menyukai FP Pos Liputan :)

No comments

Powered by Blogger.